Selamat Jalan Rudi…

Pagi-pagi ngecek HP, ada sebuah nada masuk yg tak terjawab dan di kolom email tersimpan satu buah voice message. Dengan segera saya buka dan mendengarkan isinya. Di speaker terdengar suara :

“Assalamualaikum. Bang Rudi sudah meninggal, bang! Itu aja yang mau saya beritahukan”

Yang meninggalkan pesan itu tak berucap nama tapi saya sudah tahu kalau itu adalah Syahril, adik Rudi.

Innalillahi wa innailaihi rojiun.

Saya serasa sesak nafas sejenak, ada haru, ada sedih, semua bercampur aduk. Akhirnya perjuangan Rudi melawan komplikasi penyakit sepulang dari Jepang berakhir sudah.

———–

Saya mengenal Rudi Azahar Harahap, demikian nama panjangnya, ketika mengikuti tes ikut magang di Kendari, Sulawesi Tenggara. Pda awalnya saya mengira ia orang Tolaki asli (suku asli yang mendiami daratan Sulawesi sebelah tenggara) karena kulitnya yang putih dan matanya agak sipit. Tapi setelah bicara saya langsung tahu kalau Rudi adalah orang Batak. Dia merantau dari Medan dengan segala suka dukanya demi mewujudkan impiannya. Di Kendari dia diberi kemudahan oleh Allah karena ada sebuah keluarga Batak yang bersedia memberi akomodasi selama ikut ujian.

Rudi inilah yang pertama kali mengubah paradigma umum saya tentang orang Batak. Selama bertahun-tahun merantau di Jawa saya sudah sering berinteraksi dengan orang2 suku Batak dan selalu mendapat kesan bahwa mereka adalah orang-orang yang kasar, mau menang sendiri, dll. Tapi semua kesan itu lenyap ketika berinteraksi dengan Rudi. Walaupun suaranya keras ketika berbicara, tapi hatinya tidak sekeras suaranya. Dan pembawaannya yang mantap menjadikan Rudi orang yang enak diajak bicara.

Sepulang dari Jepang, Rudi bekerja di sebuah perusahaan Jepang di daerah Ciawi dan kedengarannya beroleh pekerjaan yang cukup bagus. Di antara tugas2nya itu adalah menerjemahkan teks2 yg berisi manual mesin2 yang didatangkan dari Jepang. Beberapa kali dia sempat kirim email dan bertanya tentang terjemahan2 itu.

Selang beberapa saat terdengar kabar dari Syahril bahwa Rudi jatuh sakit karena terlalu keras kerjanya. Apalagi ditambah dengan kondisi selama di Jepang yang tampaknya membekaskan pengaruh buruk terhadap kesehatannya. Berbulan-bulan ini ia keluar masuk rumah sakit dan harus menjalani cuci darah karena komplikasi penyakit.

Rudi yang tangguh akhirnya harus menyerah. Menurut adiknya, Rudi menghembuskan nafas terakhir kemarin malam setelah kondisinya sangat buruk karena mesin cuci darah di rumah sakit di Medan sedang macet-macet.

Selamat jalan Rudi, semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosamu, membebaskanmu dari siksa kubur, melapangkan kuburmu, dan meringankan hisabmu kelak di akhirat, amin.

Mau anda mengaminkan doa di atas?

Jazaakumullah khaeran katsiran.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.