Concerto.

Lia, Wildan, dan mbak Susy sudah hampir beres packing barang ketika saya sampe di kediaman Tatsuta Sensei. Begitu masuk ke rumah utama sensei, saya menelpon ke KJRI untuk menanyakan perihal draft pidato pak Pitono, Konjen RI Osaka. Menurut info staf Jepang yg terima telpon, yang menangani masalah itu, mbak Suzanna, sedang menelpon. Sementara itu di sebelah saya mbah sedang menerima telpon yg masuk. Begitu saya menutup telpon HP, mbah Tatsuta menyodorkan gagang telpon dan menyuruh saya berbicara dengan mbak Suzanna sekertaris pak Pitono itu. Orang yg saya telpon ternyata sedang menelpon ke telpon yg terletak di sebelah saya 🙂

Setelah beres2 barang bawaan, saya, Wildan, dan Lia meninggalkan kediaman sensei dan bergegas menuju halte bis. Hari ini saya berjanji mengajak mereka untuk melihat-lihat Port Island Kobe tempat apartemen yg kami diami berada, sambil mencoba Port Liner yg berjalan di atas rel yg melayang sekitar 30 meter di atas air laut.

Kami bertiga akhirnya menaiki kereta tanpa masinis itu dan berhenti di stasiun ujung, Kobe Air Port. Wajah Wildan dan Lia tidak begitu terpesona melihat sajian teknologi  itu. Mungkin karena mereka sudah pernah melihat negara2 Eropa yg mungkin sudah lebih maju di bidang perkeretaan, ataukah mereka mulai mengidap demam panggung karena menjelang penampilan hari minggu nanti. Kami akhirnya naik kembali ke kereta dan menuju apartemen saya.

Hari ini jumat dan seharusnya Wildan dan saya menuju masjid untuk sholat jumat, tapi setelah menunggu mereka membereskan makan siang yang disajikan oleh Dewi dan jam sudah hampir setengah dua, maka saya tidak yakin bahwa kami akan bisa dapat sholat jumat jikapun berangkat. Akhirnya saya memutuskan untuk sholat dhuhur saja daripada nekat berangkat ke masjid yg berjarak hampir 30 menit dari Port Island. Wildan tertidur di ruang tengah sementara Lia menghabiskan waktu bercanda dengan Aisha, putri kami.

Jam 17:50 rombongan keluarga saya ditambah Lia dan Wildan berkumpul di Fisherman’s bersama mbah+Eyang Tatsuta dan mbak Susy. Malam ini kami makan malam ditraktir sensei di restoran “tabehoudai” (makan sepuasnya) itu.

Setelah berpuas-puas dengan udang dan kerang di restoran itu, kami berempat menuju ke lantai satu dan bergegas menuju tangga naik kapal pesiar andalan Kobe, Concerto. Tatsuta sensei memenuhi janjinya untuk mengajak kami pesiar dengan kapal Concerto untuk menikmati pemandangan malam kota Kobe.

Di luar dugaan, ternyata pemilik kapal pesiar mewah di Kobe itu telah dikontak oleh Sumino sensei sehingga ketika kami akan naik ke tangga, beliau menyegajakan diri menjemput dan mengucapkan salam kepada kami. Beliau seorang wanita usia 50-an dengan perawakan langsing dan terlihat jumawa dengan pakaian berwarna putih. Dengan sopan beliau mengantar hingga dekat pintu ruangan khusus carteran. Dan di luar dugaan lagi, kami diberi ruangan khusus berupa kamar kapasitas 21 orang padahal mbah hanya memegang tiket penumpang biasa untuk 7 orang, alhamdulillah. Sebuah kemewahan yang sepertinya tak akan saya beli dengan uang sendiri walaupun diberi kemampuan oleh Allah. It’s too luxury.

Setelah menikmati 1 jam 45 menit di atas teluk Akashi, kapal merapat kembali di Harbour Land. Saya dan keluarga naik taksi pulang ke apartemen, eyang dan mbah pulang ke kediaman mereka, sementara rombongan mbak Susy menuju wisma JICA. Malam ini mereka menginap di wisma JICA Kobe.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.