Sama seperti tahun sebelumnya, menjelang liburan akhir tahun, anak-anak akan datang laporan.
“Pa, minggu depan ada acara Christmas Party di sekolah, bagaimana?”.
Maka saya menjawab “Bentar papa tanya sensei kalian, acaranya apa aja”.
Kali ini si bungsu yang paling pertama datang laporan, maka guru wali di SD yang pertama saya telpon.
Pada saat saya telpon, dengan hati-hati sensei si bungsu menjelaskan alur acara, mulai dari bertukar hadiah, bermain fruits basket (rebutan tempat duduk dan yg ngga dapat akan dihukum), dan acara unjuk bakat apa saja.
Sang Sensei bertanya apakah boleh si bungsu ikutan karena sensei sudah dapat laporan dari si bungsu bahwa kemungkinan dia ngga boleh ikut karena dia muslim.
Maka saya jelaskan bahwa pada dasarnya Natal adalah acara keagamaan Kristen, namun sepanjang acara di sekolah tidak mengandung ritual agama, si bungsu boleh ikut. Saya jelaskan bahwa kami sekeluarga adalah muslim, sehingga ?????? atau aktifitas yg bersifat ritual selain Islam tidak boleh dilakukan, walau dalam bentuk sekecil apapun.
Kami kadang-kadang ke kuil di Jepang saat jalan-jalan atau wisata, namun kami tidak akan pernah melempar uang ke dalam kenclengan kuil dan merapatkan dua tangan membentuk posisi berdoa. Kami juga tidak akan pernah membunyikan ? (suzu) atau lonceng yang dibunyikan dengan menggoyang tali besar yang terbuat dari jerami, karena itu adalah sikap ritual. Tapi kami menghargai kuil sebagai tempat ibadah dan tetap menghormati orang yang berbeda keyakinan dengan kami.
Sang sensei tampaknya agak lega mendengar penjelasan saya, namun langsung saya sambung “Tapi sensei, dalam agama kristen, menyanyikan lagu rohani itu adalah kegiatan ritual. Kalau ada acara nyanyi lagu rohani, maka si bungsu ngga boleh ikutan nyanyi. Kalau anak lain mau nyanyi, silakan”.
Sensei tampaknya terkejut :
“Eh? Kalau nyanyi ???????? (lagu rohani) itu bagian dari ibadah Kristen? ?????? (saya ngga tahu itu). Nanti saya pastikan lagunya bukan gospel song”.
“Ini kesempatan bagus buat teman-teman bungsu-chan supaya mereka paham bahwa ada juga orang yg tidak merayakan Christmas. Walaupun mereka sudah tahu kalau bungsu-chan itu muslimah karena pakai jilbab, tapi dengan kegiatan ini semoga mereka akan semakin paham tentang diversity (ke-bhinneka-an)”, kata Sensei dengan riang.
Akhirnya tahun ini acara yg tadinya dinamai Christmas-kai berubah nama menjadi ???? (tanoshimi kai = acara senang-senang). Dan uniknya, ternyata di SMP tempat si sulung dan abang nama acara pun berganti menjadi ????.
Dan, uniknya, si bungsu malah ikutan jadi MC di acara kelasnya. 🙂