Matahari sudah meninggi di timur ketika saya keluar dari lift apartemen yang memiliki 14 lantai itu, saya tinggal di lantai 7 jadi setiap kali naik turun apartemen harus selalu pakai lift, kecuali kalau lagi pengen berkeringat. Saya bergegas menuju stasiun Port Liner.
Penumpang di kereta Port Liner, yg melaju tanpa masinis agak sepi karena hari ini memang libur. Di antara sekian banyak penumpang hanya beberapa yg memakai jas, termasuk saya, selebihnya pakaian santai. Beberapa terdengar bercakap Cina dgn logat yang tidak terlalu lazim sehingga saya menduga mereka mungkin orang Taiwan, kelompok di sebelahnya lagi asyik bercakap dengan bahasa “annehaseyo”, alias Korea. Sejak bandara Kobe dipromosikan besar2an, penumpang kereta ke pulau buatan ini semakin beragam sebab penumpang dari Cina dan Korea banyak yg masuk lewat Kobe.
Hari ini saya mengikuti ujian psikologi, IQ, dan wawancara sebuah perusahaan pembuat alat2 keker, pemeriksa mata, dan hal2 yg menyangkut lensa dan positioning, termasuk car navi, nama perusahaannya TOPCON.
Sebelumnya hari jumat kemarin saya sudah mengikuti seminar perusahaannya yang kedengarannya menyenangkan dan menantang sebab teknologi yang mereka buat masih dalam tahap pengembangan dan berpotensi sangat besar. Mereka mengklaim menguasai pasar domestik 77% dan sekitar 1/3 dari total pasar dunia dalam alat2 kontruksi, automatic bulldozer system, medical equipment, dll. Mereka menitikberatkan fokus mereka pada sistem yang menggunakan satelit GPS-nya Amerika, Galileo-nya Eropa, dan satu lagi satelit rusia yg saya lupa namanya. Dengan sistem yg mereka buat, proses penimbunan dan pengurukan tanah berhektar-hektar di Dubai, Nigeria, Saudi Arabia, dan Amerika bisa berlangsung tanpa memerlukan keahlian manusia, sebab semua ukuran, ketinggian, dan volume dihitung dari atas angkasa dan bulldozer digerakkan dengan menggunakan kontrol jarak jauh. Selain itu pertanian yg menggunakan lahan berhektar-hektar bisa digemburkan, ditanami, disiram, dan dipanen dengan teratur dan mudah karena semua penanda, pengukur, dan pelaksana dipandu oleh satelit.
Teknologi ini sangat berpotensi maju, sebab teknologi yang mereka kembangkan bisa berkembang pada hal2 yg bahkan belum kita bayangkan saat ini.
Tes psikologi dan IQ berlangsung cukup santai, soal2nya juga tergolong mudah karena pengetahuan umumnya betul2 yg bersifat umum, seperti siapa perdana menteri pertama Jepang, atau apa nama SB-nya Japan Bank, dll. Walaupun saya sempat tercenung karena betul2 lupa beberapa istilah2 dalam ekonomi 🙂
Setelah ujian kertas beres saya sempat istirahat 3 jam karena harus menunggu giliran wawancara. Akhirnya setelah makan siang, saya ngabur ke kantor pusat TV Kansai yang arsitek bangunannya cukup unik. Setelah puas2 keliling stasiun TV kebanggaan orang Osaka itu, akhirnya saya kembali ke ruang tes dan sejam kemudian saya sudah duduk menghadapi seorang kepala bagian personalia bernama Honma.
Honma-san masih terlihat muda dan dengan teratur bertanya tentang riwayat pendidikan dan pekerjaan. Beliau terlihat antusias ketika mengupas masalah kenshusei yang menurut beliau sebenarnya diperalat oleh pengusaha2 Jepang sebab dipekerjakan dengan gaji murah.
Saya mengiyakan pendapat beliau tapi kemudian menimpali dengan ucapan “Sou iwaretara sou desu ga, watashi tekiniwa son to wa iemasen. Nazeka to iu to, kenshusei no kyuuryou wa ikura yasukutemo, indonesia ni hataite iru no kyuuryou yori mo nanjuubai desu.” (kalau dibilang gitu sih memang ada benarnya, tapi bagi saya sama sekali tidak merasa dirugikan. Sebab, semurah-murahnya gaji kenshusei, kalau dibandingkan dengan gaji orang yg bekerja di Indonesia tetap saja puluhan kali lipat). Beliau tersenyum dan menatap saya sesaat. Mungkin akhirnya beliau mengerti posisi kita, orang Indonesia.
Saya meninggalkan ruangan dan mengucap salam kepada pak Honma sebelum menutup pintu.
Staf beliau yg bernama mbak Kasuga membungkukkan badan dan mengucapkan terima kasih atas kedatangan saya. Saya pun membungkukkan badan dalam2 dan mengucapkan terima kasih sebelum mengambil tas dan berlalu dari gedung Temma Training Centre itu.
Satu pemikiran pada “Topcon”
(tentang kenshusei)
yah, memang begitulah. di negeri sendiri cari kerja aja sudah susah. apalagi cari kerja yang mirip gajinya dengan gaji kenshusei.
tp saya agak merasa heran dengan seleksi kenshusei yang begitu ketat.
apalagi setiap tahap selalu ada evaluasi.
oh ya, kalau dipikir lagi, kenshusei yang berangkat sebelum krismon tentu merasa lebih beruntung dibanding sekarang ya, karena gaji mereka waktu itu nilainya lebih besar dibanding sekarang, mengingat dulu nilai uang masih cukup tinggi dibanding setelah krismon. mungkin harusnya tunjangan kenshusei dinaikin lagi, hehe.