Akhir minggu lalu kami ke supermarket dan ketika akan membayar di kasir kami melihat gunungan produk biskuit Khong Guan yg sedang promosi. Si bungsu yang baru berusia 3 tahun spontan berkata dalam suara yang cukup besar.
“Banyak pa”.
Saya langsung tanya balik “apa de’ yang banyak?”
“Makanan ikan”, kata Anisa sambil menunjuk susunan kaleng Khong Guan itu.
Orang sekeliling kami melihat dgn tatapan aneh dan butuh beberapa detik hingga saya mengerti yang dimaksud si bungsu. Di rumah kami kebetulan ada kolam ikan dan si ade’ memang paling senang kalau pagi2 atau sore hari menemani ibunya memberi mereka makan. Pakan ikan itu saya taruh di dalam kaleng Khong Guan yang tipenya persis sama dengan yg dijual di supermarket, itulah sebabnya dalam memori si Ade’, kaleng Khong Guan berarti makanan ikan … hehehe
Akhirnya saya jelaskan bahwa Khong Guan itu isinya biskuit, dan yang di rumah setelah isinya habis diisi makanan ikan.
Hal sederhana ini menunjukkan betapa hebatnya pengaruh lingkungan keluarga selama masa emas pertumbuhan anak. Mereka belajar, mengolah data, mendefinisikan benar-salah, dan menyimpan memori berdasarkan interaksi awal mereka dengan keluarga. Karena itulah sering dikatakan bahwa keluarga adalah sekolah paling pertama bagi anak.
Oleh karenanya tidak mengherankan kalau seorang anak yang setiap harinya dibentak dan dimarahi akan tumbuh sebagai seorang sosok pemarah, emosional, atau mungkin selalu minder karena dalam program mentalnya dia mengira bahwa dia selalu salah dalam segala hal dan menganggap bahwa cara untuk membuat orang mengikuti keinginannya adalah dengan marah dan membentak.
Sebaliknya ketika seorang anak dibesarkan oleh orang tua yang selalu bersikap lembut, kemungkinan besar ketika masuk sekolah dan berinteraksi dengan teman-temannya pun akan bersikap lemah lembut dan akan stres ketika mendapati kenyataan bahwa ternyata di dunia ini ada orang yang sering marah dan bersikap kasar.
Akan tetapi keseimbangan harus kita jaga agar anak tidak membangun persepsi yang salah bahwa dia boleh melakukan apa saja karena orang tua yang selalu lembut dan membiarkannya. Ketika dia salah maka tegur dengan tegas, tanpa perlu melakukan kekerasan. Hingga sekarang dan mudah-mudahan hingga mereka dewasa, seingat saya, belum pernah saya memukul anak untuk melampiaskan amarah. Tingkat tertinggi ekspresi emosi saya adalah kalau saya sudah memanggil mereka duduk berhadapan menerangkan kenapa saya marah, menanyakan fakta menurut versi mereka, menatap tajam mata mereka dan menepukkan tangan dengan keras sekitar 20cm di depan wajah mereka (sebenarnya ini terinspirasi oleh film COLLATERAL DAMAGE-nya Arnold Schwarzenegger). Biasanya mereka akan mulai menangis. Dan jika mereka sudah mengaku salah dan meminta maaf ke adik/kakak/ibu/saya, maka akan saya peluk dan minta maaf karena telah marah.
Saya bukan ayah yang baik dan jauh dari sempurna dan tulisan ini bukan untuk menggurui. Tulisan ini untuk sekedar mengingatkan kembali prinsip dasar kami dalam mendidik anak.
Dalam masa emas perkembangan anak sebelum mereka berinteraksi dengan orang selain keluarga secara intensif, mereka sebenarnya sedang menyusun segala definisi tentang kehidupan yang akan mereka pakai hingga mereka merevisinya berdasarkan pengalaman hidup mereka sendiri. Jangan biarkan mereka salah mendefinisikan salah-benar dalam hidup ini, dampingi mereka ketika mereka sedang menyusun kamus kehidupan, jangan biarkan mereka terlanjur mendefiniskan Khong Guan itu makanan ikan 🙂
Have a nice day!