PWEP di penghujung tahun ini seyogyanya merupakan perhelatan akbar karena mengundang pembicara sekelas pak Rhenald Kasali dan timnya dari RKSE (Rhenald Kasali School of Enterpreneur). Sayang sekali karena kurangnya kordinasi di antara penyelenggara yaitu WGTT, Garuda Indonesia, KJRI, dan PPI Kobe, maka acara inti tanggal 27 November 2010 itu hanya dihadiri sekitar 80-an orang dengan komposisi kenshusei yang kurang dari 50-an orang. Padahal untuk acara serupa di akhir tahun yang lalu di Kyoto, peserta melebihi angka 200-an orang dengan komposisi mayoritas kenshusei. Faktor promosi juga tampaknya merupakan kelemahan terbesar pada acara PWEP kali ini. Teman2 kenshusei, saya yakin masih banyak yang belum kenal dengan sepak terjang pak Rhenald di tanah air, sehingga seharusnya perlu dilakukan promosi secara aktif untuk ‘menjual’ pak Rhenald. Selain itu, diadakannya acara diskusi di wisma KJRI pada malam sebelumnya juga bisa jadi merupakan penyebab berkurangnya peserta di hari H, sebab uraian di acara seminar sedikit banyak sama dengan uraian 3 tokoh pembicara yaitu pak Rhenald, cak Eko, dan cak Naryo. Saya melihat kebanyakan peserta jamuan dan diskusi di wisma KJRI tidak datang lagi pada seminar di hari selanjutnya, kecuali yang memang terlibat sebagai panitia. Saya sendiri sebenarnya sudah agak malas untuk datang ke hari-H, namun karena terlanjur janji, maka akhirnya saya datang juga ke tempat seminar di kantor kecamatan Higashi Sumiyoshi, Osaka.
Saya sengaja datang pada sesi siangnya karena hanya ingin mendengar makalah dari 3 pembicara utama. Ternyata perhitungan saya salah sebab pak Rhenald malah mengisi di sesi pagi. Untunglah kerugian itu tertutupi oleh presentasi yang menarik yang dibawakan oleh perwakilan Bank Indonesia di Tokyo. Presentasi itu kemudian disusul dengan uraian singkat pak Firman Wibowo yang menjabat sebagai GM BNI cabang Tokyo. Beliau sekalian berpamitan karena masa tugas beliau akan berakhir tahun ini dan harus kembali ke tanah air awal tahun.
Sehabis presentasi pak Firman, saya sibuk membaca beberapa pamflet dan tidak sadar tiba-tiba beliau duduk di kursi kosong di samping saya sambil menyapa saya dengan suaranya yang khas berwibawa. Kami berjabat tangan erat karena memang sudah cukup lama tidak bertemu. Beliau menyodorkan kartu nama beliau, “posisi baru” kata beliau ringan. Saya juga menyodorkan kartu nama karena terakhir ketemu beliau awal tahun ini di restoran Gonpachi Tokyo, waktu itu saya masih di divisi HRD, sementara sekarang saya ngepos di divisi Internal Control. Saya melirik kartu nama dan melihat posisi sebagai GM di bagian Treasuri BNI Pusat, sebuah jabatan yg sangat penting karena konon uang yg ada BNI semuanya dikelola di bagian itu. “Selamat pak”, kata saya sambil sekali lagi menyalami beliau. Kami ngobrol sejenak sampai akhirnya beliau kembali ke kursi beliau di deretan depan. Saya kembali asik membaca makalah presentasi pak Rhenald, cak Eko, dan cak Naryo.
Pak Rhenald, pak Sunaryo, dan pak Henky Eko adalah kombinasi 3 personal yang berbeda satu sama lain sehingga menciptakan suasana seminar PWEP yang dinamis. Pak Rhenald Kasali yang sudah beroleh gelar professor dan memperoleh gelar doktornya dari Harvard Business School adalah seorang edupreneur yang bukan hanya mengajar di salah satu universitas di Jakarta, tapi juga berhasil membangun beberapa lini bisnis. Pembahasan beliau tentang entrepreneur di sesi pagi, walaupun disajikan dalam makalah yang sepintas cukup berat, saya yakin cukup mudah dicerna karena penggunaan bahasa dan olahan kata pak Rhenald yang memang gampang dipahami. Saya sendiri karena tidak datang pagi maka tidak sempat menikmati uraian pak Rhenald ini.
Akademisi pak Rhenald ini diimbangi dengan materi tentang membangun bisnis yang dibawakan dengan bahasa yang sederhana oleh cak Eko, pemilik franchise Bakso Malang Kota Cak Eko. Sebagai seorang tamatan S2 di bidang teknik sipil, keputusan cak Eko banting setir ke dunia bisnis adalah hal yang mengagumkan. Jatuh bangunnya dalam menemukan bisnis yang tepat sangat menginspirasi saya pribadi.
Menurut cak Eko, ada 10 jenis bisnis yang dilakoninya sebelum akhirnya bertaut jodoh dengan bisnis bakso malang kotanya. Mulai dari bisnis pakaian jadi, MLM, mobil bekas, jahe gajah, hingga katering, dll. Kegigihannya dalam mencari bisnis yang tepat benar-benar patut diacungi jempol.
Dalam presentasinya cak Eko sempat mengutip beberapa video untuk menjelaskan ide2nya. Walaupun ada beberapa video yang kurang bisa dipahami benang merahnya dengan pesan yang ingin disampaikan, selera humor cak Eko yang tercermin di video2 itu cukup menggelitik, padahal pembawaannya sangat kalem dengan tatapan mata yang boleh dikata redup. Tapi begitu berbicara tentang perjalanan bisnisnya, mata itu tiba2 menyala dan terlihat garang. Mungkin segarang itulah ia membangun bisnis sehingga bisa sukses dengan gerai bakso sebanyak 135 yang tersebar di berbagai wilayah di pulau Jawa dan sekarang bahkan berusaha melebarkan sayap usahanya ke berbagai negara di Asia Tenggara.
Ketika menikmati uraian cak Eko ini, saya jadi tertawa sendiri karena pengalaman2 bisnis beliau banyak yang mirip atau malah sama dengan hal2 yang saya alami. Sejak kecil saya memang sudah mencari bisnis yabg tepat, mulai dari bisnis label nama sewaktu SMP dan SMA, hingga semasa kuliah di Bandung saya berbisnis jeans Bandung, sepatu/sendal Cibaduyut, kerajinan Blora/Jepara, MLM, jual beli mesin fax, jahe gajah, hingga semasa kenshusei saya berpenghasilan sampingan dengan berjualan kartu telpon internasional. Yang membedakan saya dengan cak Eko adalah pencarian beliau berujung pada bisnis yang berjodoh, sedangkan saya untuk saat ini sementara memilih jalan hidup sebagai profesional. Tapi saya menemukan ada banyak kesamaan di antara kami, misalnya di kata-kata favorit, pola pikirnya,dll. Prinsip-prinsip yang beliau pegang misalnya kegigihan, pantang menyerah, “visualisasi impian”, dll boleh dikata 100% sama dgn prinsip2 yg saya pegang selama ini sehingga mendengarkan beliau bercerita di depan hadirin membuat seakan saya sedang mendengar uraian yang dibawakan oleh saya sendiri dalam wujud yang berbeda.
Saya menduga bahwa buku-buku yang beliau baca kebanyakan sama dg buku-buku yg sudah saya lahap selama ini. Makanya kata2 dan prinsip2 yg kami pegang memiliki banyak kesamaan.
Setelah uraian cak Eko, materi dilanjutkan dengan meledak-ledak dan energik oleh pak Sunaryo, managing director PT. Media Energi, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang energi dan memiliki sebuah pabrik pengolahan gas elpiji yang konon seharga lebih dari satu trilyun. Uraian cak Naryo, demikian panggilan pak Sunaryo, kurang lebih sama dengan cak Eko disusun dalam format yang kurang sistematis. Poin2 yang diekstrak dari pengalaman hidup beliau itu terkesan dikumpulkan begitu saja tanpa berusaha diolah ulang dalam kategori yang mudah dipahami sehingga beberapa poin kelihatan mengambang dan tidak jelas “story-nya”. Tapi terlepas dari kekurangan di materi itu, presentasi cak Naryo sangat menarik karena dibawakan dalam bahasa sederhana dan semangat yang edan.
Cak Naryo adalah lulusan ITS teknik kimia dan pernah menjalani hidup sebagai seorang pegawai biasa. Menurut cerita beliau, suatu hari perusahaannya bangkrut sehingga beliau kehilangan pekerjaan. Pada saat itulah, beliau mengambil keputusan besar dalam hidup. Bersama teman2 di kantor mereka sepakat untuk membuat perusahaan dengan meniru pola dan model perusahaan mereka sebelumnya yang sudah bangkrut. Dari situlah cerita tentang kewirausahaan pak Sunaryo dimulai.
Bisnis cak Naryo cukup beragam, mulai dari edukasi hingga kuliner. Beliau adalah pemegang master franchise BimBel Primagama dan beberapa institusi pendidikan lainnya. Selain itu beliau juga pernah membangun bisnis bersama Puspo Wardoyo pendiri restoran Ayam Goreng Solo yang terkenal itu, walaupun akhirnya terpaksa gulung tikar. Selama presentasi itu beliau menunjukkan beberapa usaha yang telah beliau buat dan gagal. Menurut cak Naryo, dari puluhan bisnis yang beliau lakoni 60% gagal dan hanya 40% yang berhasil.
Tapi nilai 40% itulah yang perlu dilihat, bukan kegagalan yang 60%.
Presentasi cak Naryo ditutup dengan kata-kata penuh semangat yang membuat peserta menjadi terbakar.
Seminar itu berakhir sekitar jam 6-an dan ditutup dgn foto bareng.