Paket liburan dari kantor tahun ini tersedia 11 paket dgn komposisi hampir setengah2 antara domestik dan luar negeri. Untuk luar negeri tersedia Cina 2 paket, Bali 1 paket, dan 2 paket ke Filipina. Untuk Filipina, destinasi terbagi dua yaitu tur Manila dan paket resort Cebu Island. Saya memilih Cebu karena sudah bisa membayangkan paket tur kota Manila yg kondisinya sangat mirip Jakarta dan saya yakin tidak akan menyenangkan bagi orang Indonesia seperti saya yg boleh dikata sudah pernah terbiasa dengan suasana seperti itu selama hidup di Jakarta satu tahun lebih. Cebu saya yakin akan menyenangkan karena hotelnya pun bukan hotel biasa, melainkan hotel resort dengan foto2 yg cukup eksotis di websitenya.
Paket resort sebenarnya 3 malam 4 hari dgn pemberangkatan hari sabtu dan kembali selasa malam. Akan tetapi karena sekolah Aisha mengadakan acara porseni pada hari sabtu tanggal 9, maka terpaksa saya meminta kepada perusahaan agen perjalanan agar membolehkan saya berangkat telat satu hari. Rombongan dari Mandom Group Japan yg memilih paket Cebu sebanyak 33 orang berangkat hari sabtu dgn Philippine Airlines, sementara saya akhirnya berangkat sendiri.
Sabtu pagi, saya meninggalkan rumah sekitar jam 6 pagi, menyetop taksi dan menuju bandara Itami. Saya akan naik bis dari bandara Itami ke bandara Kansai, Osaka. Bis yg saya tunggu berangkat persis jam 7, sesuai jadwal yg tertera di halte bis tadi. Dengan jadwal yg nyaris sempurna, saya tiba di Kansai International Airport jam 7:52, telat 2 menit.
Jam 8 lewat antrian sudah mulai terbentuk di jalur Philippines Airlines yang persis di samping Garuda Indonesia di gugus tengah. Garuda masih sepi dan belum terlihat petugas satupun, GA memang terbang 1 jam lebih lambat dibanding PAL (Philippines AirLines). Saya mendekati counter sekitar sepuluh menitan sebelum jam 9. Secara tak sengaja saya melayangkan pandangan ke arah antrian di counter Garuda dan melihat ibu Jully Siahaan, kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Osaka. Beliau bersama suami antri di baris terdepan sehingga jarak dgn saya menjadi dekat. Kami sempat basa-basi ngobrol sebentar sebelum petugas memberi isyarat agar saya maju ke counter. Dengan cepat urusan check in beres dan segera saya menuju imigrasi lalu naik shuttle trem menuju gate tempat pesawat mangkal.
Sekitar setengah jam menunggu akhirnya boarding dimulai, alhamdulillah saya dapat seat di dekat jendela, padahal waktu check in saya kelupaan ngomong kalau ingin duduk dekat jendela. Alhamdulillah dapatnya sesuai keinginan.
Ini pertama kali saya menggunakan Philippines Airlines, tidak ada yang istimewa, interior dan pelayanannya pun seperti umumnya maskapai negara2 Asia Tenggara, senyuman Flight Attendant seminimal mungkin dan makanan sekedarnya. Untunglah penerbangan hanya 3 jam 50 menit sehingga rasa bosan tidak terlalu muncul. Sehabis nonton film “Eclipse” di layar TV di langit2 pesawat, saya sempat tertidur sebelum pesawat memasuki angkasa Manila dan mulai berguncang. Alhamdulillah pesawat mendarat dengan mulus di bandara Ninoy Aquino, Manila.
Saya bergegas keluar dari pesawat diantar ucapan terima kasih dalam bahasa Tagalog “salamat” (terima kasih) oleh kru pesawat. Mereka menggunakan bahasa sesuai penumpang, Nihonggo untuk orang Jepang, english untuk bule, dan tagalog untuk orang2 yg mereka anggap sebangsa. Seperti pengalaman waktu ke Thailand, saya dikira orang lokal dan diberi ucapan “salamat”. Saya membalas dalam bahasa yg sama dan segera keluar dari pintu pesawat, udara panas langsung menyambut.
Setelah mempelajari situasi dan memastikan informasi ke security bandara yang pakaiannya persis anggota satpam di Indonesia, saya antri di imigrasi untuk pindah jalur ke domestik. Lagi2 saya dikira Filipino dan disuruh masuk ke baris pemegang paspor Filipina, saya tersenyum dan menjawab “hinde si Filipino, ay Indonesian. Petugas memandang seakan tak percaya.
Di bea cukai hal yg sama terulang tapi kali ini petugas langsung bertanya sebelum meminta paspor, “filipino?”. “ay indonesian”, jawab saya dalam bahasa tagalog sepotong-potong. ” you look like philippine”, kata petugas itu. Saya hanya tersenyum dan menerima paspor saya yg cuma dilihat sekenanya lalu diserahkan kembali. Setengah berlari saya menuju terminal domestik yg terletak di gedung sebelah dan karena buru2nya saya tak melihat bahwa gerbang metal detektor dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, pada saat mau masuk barulah saya sadar setelah diberitahu oleh petugas wanita yg mesem2 sambil menegur dalam bahasa Tagalog, awalnya saya tak ngerti tapi setelah melihat ikon perempuan di atas gate, akhirnya saya tahu klo yg dimaksud adalah agar saya ke gerbang sebelah yg khusus laki-laki. Di gerbang laki-laki, petugas menunjuk ke kaki saya sambil berkata “sapatu &@: