Catatan perjalanan ke Hokkaido 3-4-5 Oktober 2008
Jalan masih gelap buta ketika saya membelokkan mobil memasuki pelataran parkir di Fukusaki factory, hujan mengguyur dan membasahi jaket yang saya pakai. Di depan gudang utama terparkir sebuah bis ukuran sedang, di sampingnya berdiri asisten direktur bersama seorang lelaki paruh baya yg lengkap dengan setelan jas dan dasi. tampaknya orang itu adalah tour guide yg akan menemani kami selama perjalanan wisata kali ini, saya telah memilih Hokkaido di antara 7 opsi menu wisata yg diadakan oleh perusahaan.
Kami meninggalkan Fukusaki jam 05:30 pas dan tiba di bandara Kobe sekitar jam tujuh, setelah menerima tiket dari tour guide, miyazaki-san, anggota rombongan berpencar dengan kesibukannya masing-masing. Saya segera menuju restoran di lantai 2 gedung itu dan akhirnya duduk bersama 6 anggota lain yg telah lebih dahulu duduk. Saya memesan paket berupa nasi, miso siru, salmon bakar, telor dadar dan meminta pelayan untuk tidak memasukkan daging ham yang terbuat dari babi, walaupun ham itu sebenarnya bagian dari menu. Pelayan restoran agak bingung, saya tidak ambil perduli dan tidak berusaha menjelaskan kenapa saya tidak ingin ada ham di atas piring saya.
Sehabis makan kami bergegas menuju gerbang pemberangkatan dan beberapa menit kemudian pesawat lepas landas, di samping saya duduk, Mizuno-san, asisten direktur pabrik Fukusaki.
Selama penerbangan Mizuno-san bercerita banyak tentang sejarah Mandom, mulai dari masa Tancho hingga dirilisnya salah satu dari merek andalan kami, Gatsby.
Sekitar satu setengah jam kemudian pesawat mendarat mulus di bandara Chitose, Hokkaido. Awan menggantung hampir di seluruh penjuru langit Hokkaido, menurut ramalan cuaca hari ini memang bakalan hujan.
Seturun dari pesawat kami sudah ditunggu bis ukuran besar yang saking besarnya sampai2 kursi banyak yg kosong. Perjalanan dipandu oleh seorang guide girl dengan bahasa Jepang aksen standar dan bahasa yg sopan. Tujuan pertama adalah peternakan kuda yang sekaligus dijadikan semacam tema park. Karena tidak tahu harus memilih jalur kunjungan yg mana maka saya mengekor di belakang Mizuno-san yang sebenarnya hanya mengikut ke Shirotani-san, mantan manager departemen finishing. Konon pak shirotani sudah beberapa kali berkunjung ke tema park itu sehingga hampir hapal lokasi2 yg enak dikunjungi di lahan yang membentang beberapa puluh hektar itu. Kami akhirnya mengunjungi museum kuda balap yg pernah mencatat sejarah di dunia pacuan kuda Jepang dan akhirnya berkeliling ke istal2 kuda yg ada sebelum menikmati makan siang di restoran yang menyediakan makanan ala prasmanan.
Sebelum masuk waktu dhuhur bis meninggalkan lokasi menuju ryokan (Penginapan ala Jepang). Saya cukup menikmati pemandangan berupa sungai yang masih alami dengan airnya yg jernih dan gunung yang warna warni dihiasi daun-daun pepohonan yg mulai siap-siap memasuki musim gugur. Dedaunan berwarna hijau, merah, kuning, oranye, dll dengan proporsi yg acak sehingga sangat indah dipandang mata.
Kami tiba di ryokan sore menjelang malam, setelah briefing sejenak mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan selama menginap, kami akhirnya menuju kamar masing-masing. Saya kebagian kamar berempat dengan Mizuno-san, Shirotani-san, dan seorang pegawai yang sehari-hari bertugas menangani masalah amdal di pabrik bernama Kitano-san. Setelah menaruh tas kami berempat menuju lantai terbawah tempat ??? (tempat pemandian umum air panas). Fasilitas pemandiannya lumayan luas dengan satu ruang sauna, satu onsen(spa) biasa, satu spa outdoor, dan sebuah kolam jakuzi besar. Saya berendam cukup lama sambil melepas penat naik pesawat dan bis seharian.
Jam 18:30 sore semua anggota berkumpul di ruangan berukuran sedang dan menikmati makan malam, menunya adalah masakan Jepang lengkap dengan suguhan minuman keras kesukaan orang Jepang, bir. Selain saya, ternyata ada beberapa orang juga yg tidak minum bir, alasan mereka adalah karena dilarang dokter. Sehabis makan malam kami beristirahat,beberapa dari anggota tur masih sempat ke ruang karaoke dan menghabiskan waktu hingga jam 11 malam,saya sendiri asyik ngobrol dengan teman2 sekamar hingga akhirnya ngantuk dan tidur.
pagi2 kala matahari masih terlelap dan Hokkaido masih diselimuti kabut, saya bersama Miyazawa-san sudah siap2 menunggu bis di halte dekat penginapan.saya harus cepat2 menuju ke Sapporo agar bisa mengejar jadwal bis pariwisata yg berangkat jam 8:20.membutuhkan waktu sejam setengah untuk bisa mencapai Sapporo dari penginapan yg terletak di tengah gunung itu. Di terminal seorang pegawai Mandom yg memilih paket tur yg sama ikutan bergabung, bis berangkat persis jam yang ditentukan. Miyazaki-san mengantar hingga pintu bis dan setelah itu menuju terminal untuk mengantar anggota tur yang memilih jalur tur lain.
Jalur tur yg saya pilih bertemakan farm & garden. Tujuan pertama adalah sebuah peternakan sapi perah yang menjadikan keju dan es krim sebagai produk primadona, tempat itu bernama ??????? atau kalau dibahasa Indonesiakan menjadi pabrik keju Furuno. Saya menikmati suguhan potongan keju gratis yg ditaruh khusus untuk pengunjung yg datang. Saya membeli beberapa buah oleh 2 berupa stik keju dan pie keju lalu ke lantai bawah dan menikmati es krim yang tersedia dalam beberapa rasa, ada rasa labu, stroberi, kol, terong, dll. Setelah puas foto2 saya kembali ke bis dan tak lama kemudian kami meluncur ke hotel Furuno untuk makan siang. Saya menikmati makan siang di lantai teratas hotel sambil menikmati hamparan pemandangan pegunugan yg menghampar indah. Sehabis makan siang dan istirahat sejenak kami melanjutkan perjalanan dengan bis menuju x farm yang sudah menunggu dengan hamparan bunga2 matahari, tulip, dan lavender yg sayangnya sudah agak layu oleh musim gugur. Setelah berpuas-puas keliling beberapa hektar kebun bunga dengan trailer yg ditarik traktor gede, saya kembali ke bis dan kembali meluncur ke spot selanjutnya yaitu farm Y, di situ saya menikmati kentang rebus yang diberi mentega segar dari farm. Nikmat juga melahap kentang hangat yg agak asin2 oleh rasa mentega di tengah iklim Hokkaido yg mulai dingin.
Sebagai penutup dari rangkaian tur itu, kami berhenti di sebuah peristirahatan yg terletak di tengah hamparan luas perkebunan. Saya sempat menikmati jagung bakar manis dan menghabiskan sebotol teh hangat sebelum akhirnya tertidur di kursi bis yang membawa kami kembali ke Sapporo.
Malam sudah jatuh ketika saya tiba di hotel Tobu tempat kami menginap. Dari rombongan Mandom, yg prianya menempati 3 kamar dengan komposisi 3-3-4. Setelah menaruh barang,saya bergegas menuju restoran tempat kami akan makan malam. Menu malam itu adalah daging domba muda yang dibakar bersama sayur-sayuran, orang Jepang menyebutnya Jengis Khan, sebuah sebutan yg membuat orang Mongol marah karena pahlawan kebanggaan mereka, sang penakluk Asia, dijadikan nama menu makanan. Mungkin masakan itu pertama kali dikenalkan oleh orang Mongol sehingga namanya diambil dari kaisar Mongol tersebut.
Acara makan malam berlangsung meriah, peserta tur lain seperti biasa mabuk dgn bir, sake, dan berbagai jenis minuman yg masuk di daftar menu. Saya hanya senyum-senyum melihat tingkah mereka.
Sehabis acara bakar-bakar itu rombongan berpencar, saya ikut ke rombongan orang tua yg beranggotakan sama dgn penghuni kamar sewaktu di penginapan. Rombongan anak muda tidak saya ikuti karena mereka berencana ke kedai tuak (orang Jepang menyebutnya ???=izakaya) dan minum lagi. Rombongan kami akhirnya menghabiskan sejaman waktu di sebuah kafe menikmati puffet buah sebelum akhirnya pulang ke hotel. Saya tidur cukup nyenyak malam itu.
Pagi-pagi setelah makan pagi saya menghabiskan waktu sebentar menonton TV sebelumnya akhirnya meninggalkan hotel bersama Mizuno-san yg sudah berjanji mengantar jalan-jalan mengitari pusat kota Sapporo. Beliau sudah berkali-kali ke kota ini, pertama kali adalah ketika bersama istri.
Obyek pertama yg kami kunjungi adalah sapporo tower yang sebenarnya adalah tower antena NHK. Tower berketinggian 160an meter itu masih terlihat kokoh walaupun sudah berdiri sejak tahun 70an. Dari puncaknya kita bisa melihat seluruh penjuru kota sapporo sambil memilih oleh-oleh yg dijual dengan apik di lantai teratas. Kami harus merogoh uang 300yen untuk bisa sampai di puncak.
Sapporo dari atas tower
Tower di latar belakang
Obyek yg kami kunjungi berikutnya adalah jam besar yang bertengger di dinding sebuah bangunan yg konon dibangun oleh orang Eropa. Saya tidak masuk ke dalam karena harus membayar 200yen padahal menurut Mizuno-san di dalam bangunan hanya ada museum berisi foto dan toko oleh-oleh. Kami akhirnya menuju obyek selanjutnya, sebuah bangunan yang disebut ?????? atau kalau dibahasa Indonesiakan menjadi bangunan bata merah.
Bangunan bata merah di latar belakang
Sesuai namanya bangunan itu memang berwarna merah dan terlihat unik karena berada di negeri Jepang yg bangunannya jarang sekali ada yg memakai batu bata. Menurut informasi yg tertulis di prasasti, bangunan ini dulunya dibangun oleh orang Eropa, konon bahan2nya dibawa dari seberang lautan. Kami masuk ke dalam ruangan bangunan yg semuanya dibuka untuk umum termasuk ruang khusus untuk memajang benda2 yg ada hubungannya dengan summit G8 yg diadakan di Y beberapa waktu lalu. Yg menarik perhatian saya adalah sebuah lukisan yang ditorehkan di atas lempengan keramik dengan sangat apik, suasana yg tergambar adalah sebuah pasar tradisional yg rasa2nya akrab di mata saya. Senyum saya merekah ketika melihat tulisan di bawah lukisan dalam bahasa Jepang yg artinya pemberian dari Susilo Bambang Yudhoyono, presiden Republik Indonesia.
Di ruangan sebelah saya mengamati poster,dokumen, dan foto2 yang memaparkan tentang perseteruan Jepang dgn Rusia yg memperebutkan 3 buah pulau di perbatasan kedua negara. Jepang mengklaim ketiga pulau itu sebagai milik Jepang karena banyaknya kuburan orang2 Jepang yg mendiami pulau tersebut, walaupun tidak jelas disebutkan apakah yg dikubur itu adalah tentara Jepang semasa perang ataukah suku yg memang mendiami pulau itu sejak lama.
Di sebelah ruangan itu dipamerkan alat2 yg digunakan oleh orang Jepang kuno yg menunjukkan bahwa mereka memang sudah kreatif mengembangkan teknologi tepat guna sejak jaman baheula.
Saya menyebrangi lorong lalu memasuki ruangan sebelah yg berisi dokumentasi ttg perang dunia kedua, dari penjelasan2 yg tertera di ruangan itu, Jepang tampaknya berusaha menerangkan bahwa mereka ikut perang karena dipaksa oleh keadaan, tidak seperti di buku-buku sejarah kita yg menjelaskan bahwa Jepang menjajah asia disebabkan oleh ambisi mereka menguasai benua itu. Saya hanya tersenyum membaca-baca penjelasan2 itu, tentu saja mereka tidak akan mengatakan pada anak cucu mereka konon betapa brutalnya nenek moyang mereka di jaman dulu. Saya menghela nafas dan mengingat jawaban yg sering saya berikan ketika orang2 Jepang bertanya bagaimana pandangan orang Indonesia ttg Jepang, isinya kurang lebih sebagai berikut ????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????”Jepang dulunya dibenci karena kebengisan di jaman perang, tapi memang ada masa yang seperti itu di dalam sejarah kita. Mengingat masa lalu memang penting tapi yang lebih penting dari itu adalah bagaimana caranya agar masa kelam itu tidak terulang, daripada terus menerus mengingat sejarah lama, lebih baik kita berpikir bagaimana membuat sejarah baru kedua bangsa“.
Saya meninggalkan museum itu bersama Mizuno-san dengan beragam pikiran yg tersisa di kepala, saya meninggalkan seorang pengunjung yg sudah berumur lanjut yang sedari tadi berubah posisi menjadi pemateri. Beliau dengan penuh semangat menjelaskan kondisi perang dan saat2 berakhirnya ketika kaisar Jepang menyatakan menyerah kepada sekutu. Dari isi pembicaraan, beliau tampaknya mantan tentara Jepang yg sempat merasakan medan perang karena sempat cerita ttg pengalaman pribadinya. Yang membuat saya tersenyum adalah karena yg beliau ceramahi ttg nilai2 yg dianut oleh orang Jepang jaman dulu adalah pemandu yg beberapa menit sebelumnya menjelaskan ttg sejarah, kini terpaksa menjadi pendengar karena saksi sejarahlah yg menjadi lawan bicaranya.
Keluar dari ???? kami kembali ke arah hotel dan sempat singgah di sebuah tanah lapang yg sedang ramai oleh ?? festival, tema utamanya adalah ramen. Karena ingin mencoba makanan yg sangat populer di Jepang itu saya berusaha melihat-lihat stand ramen dan berusaha mencari ramen halal yg menggunakan ikan dan sea food sebagai bahan penyedapnya, sayang sekali semua yg terlihat hanya ramen yg menggunakan babi. Saya akhirnya menyerah dan Mizuno-san mengajak untuk menikmati jagung bakar dan kentang rebus pakai mentega segar buatan Hokkaido. Panas mengepul dari bungkusan yg kami terima dan dalam beberapa menit isinya berpindah ke perut.
Setelah mereguk teh hangat, kami beranjak dari tempat itu dan segera menuju pasar ???? (pasar Ichijo), target kami yg terakhir sebelum pulang ke Himeji adalah menikmati ??? (unidon). ??(uni) adalah binatang laut yg lazim disebut bulu babi di Indonesia, di Jepang uni adalah bahan makanan yg masuk kategori mewah karena harganya yg cukup mahal, padahal di Indonesia tidak pernah ada yg konsumsi, mungkin karena tidak tahu cara mengolahnya 🙂
Kami melihat-lihat beberapa warung yg memajang menu unidon sampai akhirnya memutuskan masuk ke salah warung yg bagian depannya adalah kios penjual kepiting. Dan tak berapa lama setelah kami pesan, datang di hadapan kami semangkok nasi ditimbun dgn uni hingga nyaris tertutup, bersamanya dihidangkan sup kepiting yg sangat menggoda selera. Saya dan Mizuno-san makan sambil ngobrol ala kadarnya, kami menikmati makan siang dgn lahap.
Unidon, sayang sekali kamera saya tak sanggup mengekspresikan kenikmatan yg menggoda itu
Sehabis membayar bon sekitar 3000yen perorang, kami segera bergegas menuju hotel. Sebagian peserta tur sudah siap di bis, kami akhirnya berangkat menuju bandara Chitose, Hokkaido.
Cuaca agak mendung ketika kami meninggalkan Hokkaido, hujan bahkan mengguyur ketika kami mendarat di Port Island Kobe. Malam sudah gulita ketika saya memacu mobil pulang ke apartemen.
Liburan yg menyenangkan.