Assignment to Indonesia

Bermula dari sekitar bulan September ketika manajer HRD memanggil saya dan menanyakan kebulatan keinginan saya untuk ditugaskan ke Indonesia. Keinginan itu memang saya utarakan kepada atasan dengan berbagai pertimbangan, di antaranya adalah pendidikan anak, step-up di dalam karir, dan keinginan untuk berbuat lebih banyak bagi masyarakat di negara sendiri. Saking kuatnya keinginan pulang itu sampai-sampai sempat terpikir untuk pindah perusahaan. Dan waktu itu ada beberapa tawaran yang mendekat, mulai dari tawaran sebuah posisi di sebuah perusahaan trading dalam grup perusahaan otomotif, perusahaan pengelola kawasan industri di tanah air, hingga yang unik yaitu pinangan menjadi talent hunter di sebuah perusahaan di multinasional di Tokyo. Tapi akhirnya tawaran-tawaran itu saya kesampingkan karena perusahaan memberi lampu hijau atas permintaan saya untuk ditugaskan ke Indonesia.
Anak pertama kami Aisha tahun depan akan menyelesaikan TK-nya, untuk jaga-jaga maka kami daftarkan langsung ke SD yang kebetulan satu kompleks dengan TK. Alhamdulillah hasil test masuk Aisha cukup meyakinkan guru-guru di SD dan dia langsung dapat jatah bangku di sekolah tersebut, padahal ada beberapa anak orang Jepang yang terpaksa harus mencari sekolah lain karena tidak diterima. Alhamdulillah, berkat bimbingan ibunya, anak kami memang sudah lancar membaca hiragana-katakana dan berhitung dalam bahasa Jepang, bahkan di TK kadang-kadang diminta menggantikan guru membacakan buku cerita bagi teman-temannya yang lain karena kebanyakan dari teman-temannya belum bisa membaca.
Anak kedua kami Adnan juga sudah diterima di TK tempat kakaknya sekolah dan secara regular mulai masuk pada tahap pengenalan sekolah. Hal ini juga patut kami syukuri karena persaingan memperoleh bangku di TK juga cukup ketat mengingat TK Minami Itami tersebut cukup diminati karena terletak di dekat daerah pemukiman penduduk. Keuntungan kami yang tinggal di lokasi berjarak 5 menit dari sekolah menyebabkan kami bisa berada pada urutan 10 besar pertama yang mendaftar. Jika Adnan masuk ke TK Minami Itami, maka sepanjang sejarah TK itu ia akan menjadi murid orang asing kedua setelah kakaknya Aisha. Lokasi TK yang jauh dari universitas dan kompleks industry menyebabkan sangat minimnya jumlah orang asing di daerah tempat kami tinggal itu.
Sebagai mantan staf HRD, saya cukup paham proses penempatan staf di luar Jepang, sehingga ketika mendekati awal tahun 2013 SK belum turun, saya mulai gelisah karena didera ketidakpastian padahal tawaran dari perusahaan lain sudah saya kesampingkan. Tapi saya berusaha bersabar karena percaya dengan integritas manajer HRD yang juga dulunya atasan saya. Belakangan baru saya tahu bahwa terjadi tarik ulur dengan beberapa pihak menyangkut fasilitas, treatment, dan bidang pekerjaan yang akan saya tangani. Rupanya GM, atasan saya di Internal Audit khawatir kalau pekerjaan yang menyangkut internal audit Mandom Indonesia akan terbengkalai kalau saya tidak ada lagi di Mandom Japan sehingga beliau memberikan saya izin penempatan di Indonesia dengan syarat pekerjaan itu harus saya boyong ke Indonesia. Sebuah permintaan yang kedengaran lucu karena saya harus memegang Management Planning tapi juga harus bertanggung jawab atas internal audit Mandom Indonesia. Akhirnya saya jelaskan bahwa pekerjaan yang sehubungan dengan Mandom Indonesia sudah saya buatkan sistemnya dan sudah saya tata dokumennya sehingga staf yang akan ambil alih di belakang saya akan bisa mem-follow up. Adapun di Indonesia, saya janji akan tetap pantau walaupun tentunya tidak bisa saya campuri terlalu dalam karena ada PIC yang menangani bidang tersebut. Sebagai buntut dari permintaan GM tersebut, di SK penugasan saya, bidang internal control termasuk salah satu bidang yang harus saya tangani sebagai representative Mandom pusat dan diminta mendampingi manajer local.
Satu hal lagi yang menjadi permasalahan cukup serius yaitu treatment dan fasilitas perusahaan. Pihak HRD kantor pusat selalu berpegang pada data fasilitas manajer local yang mungkin diupdate sekitar 20 tahunan lalu sehingga ketika membandingkan fasilitas ekspatriat kami yang sekarang merasa khawatir jika terjadi ketidakenakan secara social. Berulangkali saya kemukakan bahwa fasilitas-fasilitas bagi seorang manajer di Indonesia sudah tidak separah 10-20 tahunan lalu sambil berusaha menggunakan penjelasan yang bersifat logis dan mengusik rasa keadilan mereka. Satu hal yang mendatangkan respek saya terhadap perusahaan, adalah keteguhan pemangku jabatan dalam memegang prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan tanpa memandang ras manusia sehingga akhirnya secara garis besar, benefit dan compensation yang perusahaan setujui tidak jauh berbeda dengan yang diterima oleh rekan-rekan Jepang. Prinsip

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.