Siti in Kobe City

Kerjaan hari ini di luar dugaan cukup membuat badan penat.

Hari ini IMM dan KJRI Osaka mengadakan acara yang disebut TEMASINDO atau Temu Masyarakat Indonesia. Walaupun namanya Masyarakat Indonesia, sayang sekali bahwa pengunjung yg datang kebanyakan kenshusei dan orang2 bawaannya. Mungkin karena kurangnya sosialisasi acara oleh pihak penyelenggara sehingga seakan-akan acara itu memang hanya untuk kenshusei IMM Japan.

Acara itu semula rencananya akan dihadiri oleh Menteri Tenaga Kerja RI itu, namun karena satu dan lain hal (istilah yang sering banget dipakai di Indonesia nih 🙂  ), maka kehadiran beliau diwakilkan kepada Dirjen Pemagangan, Bapak Bagus Marijanto. Saya pribadi malah setuju sekali bahwa untuk acara2 seperti ini seharusnya tidak usah dihadiri oleh pak Menteri, cukup penanggung jawab program seperti Dirjen-lah yang seharusnya turun lapangan dan melihat langsung seperti apa kenshusei itu sebenarnya. Kalau yang datang pak menteri, maka kalaupun ada ide yang muncul dari situ, tetap saja pejabat pelaksana seperti pak Bagus yang akan turun tangan. Jadi, kerja dua kali.

Setelah sambutan2, acara diisi dengan lawakan mas Doyok bersama Ali dan Topan. Setelah itu penampilan band2 kenshusei yang ternyata cukup menyenangkan untuk dinikmati. Yang menjadi masalah adalah ketika mbak Wulan dan mbak Linda naik panggung dan menghibur penonton dengan goyangan dangdutnya. Beberapa kali saya, pak Slamet, dan Kitagaki-san terpaksa naik ke panggung dan mendorong penonton yang kelihatannya sudah terlalu nafsu untuk bergoyang di atas panggung. Beberapa kenshusei terlihat melotot matanya menyaksikan goyangan penyanyi2 lokal itu, saya hampir ngakak melihat ekspresi wajah2 itu dari sudut panggung.

Sebelum penampilan Siti Rachmawati yang lebih dikenal dengan sebutan SITI KDI, ada beberapa band2 kenshusei yang naik mengisi acara. Saya digamit oleh Fumioka Kacho dan menggiring saya ke ruang istirahat pejabat2 dan menunjuk posisi tempat duduk Ishida sensei dari Tokyo. Ishida sensei ini adalah salah seorang dewan direksi IMM pusat yang dulu banyak membantu saya untuk memperoleh informasi universitas dan bahkan sempat memberikan surat rekomendasi ketika akan mendaftar di Sato Foundation. Walaupun akhirnya saya tak beroleh beasiswa itu tapi bantuan beliau jelas merupakan andil yang sangat besar dalam perjalanan hidup saya, dan baru hari ini saya bisa mengucapkan terima kasih.

Ishida sensei langsung mengenali saya ketika saya menyebut nama. Kami bercakap dalam bahasa Jepang walaupun sebenarnya bahasa Indonesia beliau sangat lancar karena sempat menjabat sebagai  Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya beberapa belas tahun yg lalu. Beliau memberi isyarat menunjuk seorang bapak yang duduk di seberang meja sambil berbisik ke saya “Bagus-san ni aisatsu shita?“(sudah menyapa pak Bagus belum?), saya yang waktu itu belum tahu siapa pak Bagus langsung menjawab “mada desu“(belum). Beliau menarik tangan saya dan memperkenalkan ke pak Bagus, pak Taufik, dan pak Firdaus. Belakangan setelah menerima kartu nama beliau2 baru saya tahu kalau pak Bagus itu Kepala Dirjen Pemagangan, Depnaker RI, pak Taufiq adalah Deputy Menteri Koperasi dan UKM, dan pak Firdaus adalah Kasubdit Perijinan dan Advokasi dari Direktorat Pemagangan. Baru ngobrol sebentar, Ishida sensei muncul lagi di belakang saya, beliau menarik saya dan memperkenalkan kepada kepala IMM pusat di Tokyo. Sehabis basa-basi saya melewati kursi pak Bagus dan beliau dengan penuh antusias mengajak ngobrol. Kalau tidak melihat kartu nama, maka mungkin saya tidak akan menyangka bahwa beliau adalah pejabat senior, sebab cara beliau ngobrol dan bahasa yang dipakainya sangat biasa, sama sekali tak ada kesan “jaim” seperti beberapa pejabat2 negara yang menjaga jarak ketika ngobrol dengan rakyatnya. Di samping beliau, pak Taufiq juga gabung ngobrol, beliau bercerita tentang sebuah rencana program yg akan diprakarsai oleh Departemen Koperasi dan UKM RI. Kami mengobrol cukup lama sampai akhirnya waktu mereka habis karena harus mengejar kereta untuk ke Tokyo. Pak Taufiq berpesan agar menuliskan abstrak penelitian saya ke dalam bahasa Indonesia dan meminta agar dikirimkan ke beliau.

Setelah mengantar bapak2 itu ke pintu, saya bergegas menuju ke ruang pertunjukan dan menikmati suguhan dari band2 kenshusei yang beberapa memang betul2 memukau. Sambil menonton saya masih terus berpikir bagaimana sebaiknya tatanan panggung agar mbak Siti bisa menyanyi dengan baik dan penonton bisa menonton dengan tenang. Ketika itulah pak Slamet, staf KJRI lewat dan saya mengutarakan kekhawatiran dan beliau memberi ide yang sangat cemerlang yaitu dengan menaruh kursi di depan panggung. Pak Slamet ini memang sangat kaya dengan ide2 yang cemerlang. Dalam beberapa kali event yg sempat saya bantu, beliau sering sekali memberikan jalan keluar dari permasalahan dengan pemecahan yang sederhana tapi ampuh.

Kami akhirnya mulai menyusun kursi mengelilingi panggung. Namun, ternyata kursi saja tak cukup, akhirnya kami menyusun meja membentuk V sehingga tercipta ruang yg cukup untuk penjoged dan masih tersisa ruang pandang bagi yg duduk.

Saya berkeliling panggung dan mengamati bahwa hampir semua bagian sudah cukup kokoh dan tidak akan diterobos oleh rangsekan penonton, kecuali bagian belakang yang memang rawan karena hanya tertutup kain merah putih. Akhirnya saya stand by di belakang panggung untuk mencegah penonton masuk, dan akhirnya nyaris tidak menonton pertunjukan 🙁 Karena saya memang tidak begitu hobi dangdut dan kedatangan saya hari ini dalam rangka bekerja, maka saya sama sekali tidak merasa rugi. Beberapa orang mencoba menerobos kain dan berulang kali pula saya dengan sabar meminta kesediaan mereka untuk menghentikan aksinya. Alhamdulillah mereka masih mau mengerti walaupun saya melarang sambil tersenyum.

Ketika mbak Siti beres manggung, tugas selanjutnya adalah mengawal hingga ke ruang ganti. Rangsekan penonton yg mencoba memfoto cukup ganas hingga akhirnya saya berlima bersama staf IMM harus pasang badan sampai bisa menerobos kerumunan massa itu. Setelah mbak Siti istirahat dan ganti pakaian saya masuk dan bertanya apakah boleh minta foto bareng karena sebelumnya saya memang sudah dimintai tolong oleh seorang teman, pak Trika dan Nyonya, untuk foto bareng mbak Siti. Mbak Siti dengan ramah sekali mempersilakan. Saya yang tadinya nggak niat foto, akhirnya ikutan masuk dan jadilah selembar di bawah ini.

 siti in kobe

Setelah mengantar mbak Siti dan manajernya bersama staf KJRI, pak Teddy ,ke mobil, saya kembali ke atas dan membantu beres2. Sekitar 40 menit kemudian baru semua pekerjaan beres dan tim IMM berpisah di tempat parkir.

Jam 6 saya sudah di atas Port Liner menuju Port Island, pulang.

4 thoughts on “Siti in Kobe City

  1. Maaf kalau salah posrting, saya hanya coba perkenalkan diri aja, Dulu saya khensu juga di daerah Yamanashi namun lupa angkatan berapa, mungkin ada kenshu yg magang di Kofu masih ingat saya..itu sudah 7thn yg lalu soalnya..namun karena satu hal saya tidak sukses untuk 3 tahun..
    Kangen bisa balik lagi kesana, karena budaya antri dan saling menghargai sesama mereka..
    Salam semuanya…gambatte yaa

  2. Otsukaresamadeshita ya, kalau saya sendiri sih sebenarnya ndak begitu minat dgn acara konser2an, cuma karena disuruh datang untuk bantu2 tim IMM maka ikutan juga jadinya. Tapi senang juga sih melihat banyak teman2 yg senang, walaupun sedih karena melihat kelakukan beberapa teman2 kenshusei yang mabuk2an di sudut ruangan 🙁

  3. OTSUKARE SAMA DESTA. MAS TD AKU JG BANTU MBERESIN MEJA KURSI LHO MAS HE….. ACARA SGT MERIAH KOK MAS, WALAUPUN IRONISNYA MAYORITAS CM KENSUSEI. MAS KALO NGADAIN ACARA LG USULIN PETERPAN YA MAS, AKU JG GAK BEGITU HOBI DANGDUT SIH….ARIGATO GHOZAIMAS.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.